Akhirnya hari itu dia datang ke rumah. Terpaksa atau tidak, hanya ia dan Tuhanlah yang tau. Awalnya dia enggan masuk rumah, mungkin merasa tidak enak hati pada orang tuaku.
Dia membuka percakapan. Aku menunjukkan kemarahanku dengan diam, tentu saja dengan muka ditekuk cemberut. Malam harinya saat dia mengirim pesan memberi tau bahwa akan datang ke rumah, aku menjawabnya dengan permintaan agar ia datang beserta penjelasan yang nyaris satu setengah bulan ini tidak dapat ia jelaskan. Namun siang ini, sejuta pertanyaan dikepalaku sepertinya lenyap seketika layaknya busa. "Kamu mau nanya apa?" tanyanya. Jangankan pertanyaan, menatap wajahnya sambil bicara pun tidak kulakukan. Sesekali aku curi curi pandang menatap matanya. Ah mata itu... mata yang dapat menenggelamku seketika. Mana mungkin aku bisa marah dengan tatapan itu.
"Itu bibir kenapa? Habis makan jagung bakar" candanya mencairkan suasana. Kupalingkan wajahku. Aku kesal. Harusnya dia dapat berpikir? Untuk siapa lagi memangnya hari itu aku Sengaja Berdandan?
Hari itu akhirnya dia bersedia juga masuk ke rumahku. Meskipun akhirnya aku enggan bicara, yang akhirnya terpaksa ia mengobrol dengan ibuku. Mana mungkin tidak ada hal ingin aku katakan. Aku... aku takut tidak dapat menahan emosiku saat bicara, tentu dengan kemungkinan terburuk... yang berujung... nangis. Andai kamu tau apa yang aku rasakan.
Andai kamu tau...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar