Sabtu, 17 Januari 2015

'Melihat' Tanpa Mata

Saya tiba-tiba teringat akan seorang sepupu saya yang beberapa waktu lalu datang ke rumah diantar oleh ibu dan kakaknya. “Tumben sekali jauh-jauh datang dari Lampung ke Bekasi” demikian yang ada di benak saya, karena dibanding sanak saudara yang lain saudara saya ini terhitung jarang sekali berkunjung. Pada hari kedua menginap di rumah kami, barulah uwak (sebutan untuk kakak ayah saya, yang juga merupakan ibu dari sepupu saya) bercerita perihal kedatangannya. “kenal dokter yang bisa ngegugurin kandungan gak? S (sepupu saya) hamil” Tanya uwak kepada ibu saya. Kebetulan ibu saya adalah perawat di rumah sakit negeri di Jakarta. Tentu saja ibu saya kaget dan menolak permintaan uwak saya tersebut. “Jangan yuk (sebutan kakak) itu dosa, lagian usia kan dungannya sudah 3 bulan, sudah besar”. Tolak ibu saya secara halus.
Dalam hal ini saya tidak bermaksud mengomentari tentang hamil di luar nikah yang dilakukan sepupu saya. S berasal dari keluarga berada, masih memiliki ayah ibu lengkap yang bersedia menuruti permintaan S, termasuk dalam hal materi, juga kakak-kakak yang menyayanginya. S masih terdaftar sebagai salah satu mahasiswi di Universitas di Lampung. Fisiknya sangat sempurna bahkan sangat cantik seperti bintang-bintang drama korea. Dengan semua hal yang dia miliki mengapa dia ingin membunuh bayinya sendiri? Atas dasar malu? Saya sampai kesal. Orang buta bahkan binatang sekalipun saja bisa mengurus dan menghidupi anaknya dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Biar bagaimanapun yang berdosa orang tuanya bukan bayinya. Jadi salah apa si bayinya hingga harus dibunuh?
Kemarin saat  naik angkot kebetulan ada satu keluarga yang satu angkot dengan saya. Hal yang menarik perhatian saya bukanlah koper dan barang bawaan yang dibawa keluarga tersebut. Melainkan sepasang suami istri tersebut yang rupanya tunanetra. Sang suami nampaknya tidak dapat melihat sama sekali sedangkan sang istri masih bisa melihat dengan mata kirinya. Pasangan suami istri tersebut membawa serta ketiga anaknya. Atas berkah dan kuasa Allah, ketiga anaknya memiliki fisik yang sempurna, terutama putranya yang berusia sekitar 3 tahun, sungguh lucu dan tampan. Saya begitu kagum dengan kedua orang tua tersebut, dengan segala keterbatasan yang mereka miliki mereka bahkan bisa jadi manusia yang bermanfaat terutama untuk ketiga buah hatinya. Sungguh keluarga kecil yang harmonis.
Saya jadi membayangkan, seandainya saya terlahir dengan keterbatasan fisik, masihkah saya sanggup menjalani kehidupan seperti manusia pada umumnya ataukah saya akan terus mengutuki takdir yang tidak adil dan hidup dengan kepesimisan? Seperti itu bukan sifat manusia kebanyakan? Jangankan keterbatasan fisik. Manusia yang memiliki fisik sempurna saja masih banyak yang mengeluhkan kekurangannya, merasa kulitnya kurang putih lah, ingin memiliki rambut yang lurus lah, ingin memiliki hidung mancung lah, dan masih banyak lagi. Manusia selalu merasa tidak cukup, bahkan tidak bersyukur.

Untuk melihat saja sulit, rasa rasanya mengurus diri sendiri saja akan terasa sulit apalagi harus merawat orang lain? namun sungguh tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Buktinya kedua tunanetra tersebut bisa mencukupi kebutuhan diri sendiri bahkan keluarga tanpa bergantung belas kasih orang lain, sungguh besar kuasa dan kasih sayang Tuhan, bukan? Atas kuasa Tuhan hewan-hewan dapat hidup damai bahkan bisa merawat keturunannya, segala makanan sumber kehidupannya tersedia melimpah di muka bumi. Tidak ada yang tidak mungkin selagi kita mau berdoa dan berusaha. Insha Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar