Minggu, 08 November 2015

Nostalgia

Pikiran lagi sungguh semrawut belakangan ini, saking bingungnya mau cerita apa hingga akhirnya saya memutuskan lebih baik diam. Oh, ya, kabar baiknya saya baru saja menuntaskan satu daftar ceklis kebahagiaan…mereka. Tidak apa, toh kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan saya juga.

Saat senggang saya membaca postingan-postingan (yang syukurnya)  yang belum saya hapus dari blog. Sungguh tidak berbobot, tidak seperti blog-blog pada umumnya. Tidak apa J.

Saya tidak berbakat menulis. Namun saya sangat suka menulis.

“I write to express, not to impress”, mengutip kata dari akang senior saya di kampus. Itulah kurang lebih yang saya rasakan saat menulis.

Hhhmm, sedang tidak semangat untuk berpuisi, menyanyi, berargumentasi.

Sedang berupaya lebih banyak mendengarkan, memahami, dan belajar ketimbang berbicara. Karena berbicara sungguhlah lebih mudah ketimbang mempraktekkan. Hahaha, oke, oke ucapan barusan boong banget. Seperti biasa saya bakal tetep cuap-cuap kok di blog ini J.

Jika membaca tulisan-tulisan saya, mungkin sepintas saya nampak seperti orang baik.
Saya memang orang baik kok. Hehehe, enggak deng. Saya manusia pada umumnya kok. Yang tentu saja punya segudang salah dan khilaf, banyak malah, hahaha.

Sebentar lagi saya akan meninggalkan Jatinangor, kota yang mungkin tidak tersohor, karena bisa dibilang hampir tidak ada tempat rekreasi di sana.

Oke, ujung-ujungnya saya curhat deh, gak papa kan yah? Kan ini blog saya J.
Pertama kali menginjakkan kaki di kota ini saya menangis di kostan. Kalo sekarang dipikir-pikir, hih, sungguh cengeng sekali. Hingga akhirnya saya menemukan keluarga baru di kostan yang sungguhlah lebih membuat saya betah ketimbang di rumah sendiri. Nia, teman seangkatan sekaligus seperjuangan sesama Maba (Mahasiswa Baru) yang tinggal di kamar depan saya. Saya belum pernah menemui teman sebaik, setulus, serajin, dan sesholehah Nia, (ini pujian jujur dari lubuk hati terdalam lho). Dan keluarga berikutnya yaitu kakak-kakak dari berbagai angkatan dan fakultas yang kemudian sudah seperti kakak kandung sendiri, mereka adalah Teh Feni, Kak Henri, Kak Tri, Kak Seniman, dan Kak Bakhtiar. Betull, penghuni kostan ini sungguh sedikit, tapi karena sangat sedikit  (3 cewek dan 4 cowok) itulah yang membuat kami akrab seperti keluarga. Contohnya saja Kak Seniman dan Kak Tri yang tidak pernah marah meskipun selalu saya dan Nia jahili. Eh tapi mereka juga jahat sih kadang-kadang, para lelaki itu tidak mau mengajak saya dan Nia jalan-jalan ke Bukit Bintang di Bandung meskipun kami merengek-rengek. “Itu tuh tempat mesum”alasan mereka. Hih, lantas mereka ngapain ke sana dong kalo gitu?? Dan yang semakin bikin muka ditekuk tau-tau pulangnya mereka pamer bill makan di Gampung Aceh. Iya, mereka pun jahat selayaknya kakak kandung juga.  Saya berkali-kali merayakan pergantian tahun di Jatinangor ketimbang di rumah. Acara sederhana, hanya bakar-bakaran dan nyewa infocus buat nonton layaknya nonton layar tancep. Padahal saya dan Nia ujung-ujungnya gak ikutan nonton, karena banyakan tutup mata, ataupun kabur ke kamar, karena film yang mereka sewa ternyata genrenya horror…semua!! Ngeselin kan? Tapi saya kangen masa-masa itu L.

To be continue, lanjut ke Part 2 kalo saya sempet, ingat dan….mood nulisnya J.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar