Rabu, 10 September 2014

Iman vs Ilmu

Antara kebijakan peraturan dan hati nurani tidak jarang selalu berbenturan. Bukan hanya sekali dua kali namun sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pernah suatu kali, saat adik saya duduk di kelas 1 smp (kebetulan smp swasta) ada suatu kejadian teman kelasnya, K,  menunggak biaya sekolah berbulan-bulan, sehingga mendapat peringatan dari pihak sekolah untuk dikeluarkan. Melihat hal tersebut, teman-teman sekelas K memutuskan kompak untuk jualan bersama-sama, dengan tujuan dana yang terkumpul akan disumbangkan untuk biaya sekolah K. Sungguh mulia ya hati anak-anak kecil ini? :)
Namun, sayangnya kegiatan jualan ini diketahui pihak yayasan sekolah. Tentu saja pihak yayasan tidak setuju dengan apa yang dilakukan anak-anak kelas 1 ini. Akhirnya anak-anak kelas 1 dilarang berjualan lagi, dan K dikeluarkan dari sekolah. See? Kebijakan tetaplah kebijakan, entah mengapa dalam realita kehidupan 'manusia dewasa', lebih condong pada logika. Mungkin hanya anak-anak lah yang masih melakukan tindakan berdasar atas perasaan, nurani.
Dulu saya punya seorang senior, Akang I, dia pernah cerita pada saya, bahwa impiannya adalah membangun sekolah gratis. Memang impiannya sungguh mulia, tapi semakin lama semakin saya memahami, di dalam dunia, sekedar niat baik tidak cukup, semua hal harus didasari ilmu.
Tentu kita sudah sering mendengar ungkapan lebih baik kita memberi sebuah alat pancing, ketimbang memberi ikan. Dengan memberi ikan orang tersebut akan terus menerus membutuhkan bantuan orang lain seumur hidupnya, sedangkan dengan memberi pancing orang tersebut bukan hanya dapat mencukupi untuk dirinya sendiri, bahkan dia dapat memberi pula untuk orang lain yang membutuhkan, kurang lebih begitulah perumpamaannya.
Kalau dimisalkan dengan bidang pendidikan, saya suka dengan sistem manajemen sekolah yang diberlakukan oleh ustadz yusuf mansyur (saya sangat mengagumi beliau, hehe) yaitu sistem subsidi silang. Sang ustadz memiliki cabang pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan luar negeri, Daarul Quran namanya. Saya pernah baca, biaya masuk sekolah ini bisa mencapai 20 juta. Jumlah yang fantastis yah untuk anak sekolah SD? Tapi tunggu dulu, beliau memberlakukan harga ini bagi siswa yang 'mampu', bahkan boleh bayar lebih dari biaya tadi. Uang 'lebih'nya dikemanakan? Tentu untuk membiayai yang ingin masuk pesantren namun tidak mampu. Saya suka dengan beliau bukan hanya seperti ustadz kebanyakan yang hanya bisa ceramah. Beliau sungguh cerdas. Tujuan utamanya yaitu ingin membeli kembali Indonesia dari tangan-tangan asing. Beliau bukan sekedar bicara, namun mewujudkan dengan tindakan nyata. Sekarang pembangunannya bukan hanya sekedar meliputi sektor pendidikan namun juga hotel, bisnis, industri kosmetika, dll agar tidak melulu dikuasai pihak asing.
Saya yakin semua agama menghendaki kebaikan untuk seluruh umat manusia, salah satunya yah dengan menuntut ilmu tadi, namun jangan terlalu fokus pada ilmu pula hingga mulai meragukan keberadaan Tuhan, semuanya harus selaras, balance.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar